ASURANSI SYARIAH
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkembangan lembaga keuangan syariah masih terus-menerus mengalami
tranformasi kearah positivisme sistem dan lembaga keuangan di tanah air. Proses
ini sendiri masih membutuhkan sosialisasi dan evaluasi dikalangan masyarakat
Indonesia. Meresapnya sistem ekonomi Islam dalam lembaga keuangan syariah
merupakan sasaran penting dalam mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera,
dan berkeadilan bukan hanya pada umat
Islam, tetapi juga secara universal bagi seluruh umat yang mengamalkannya.
Sedangkan asuransi adalah perlindungan terhadap resiko finansial
oleh penanggung terhadap tertanggung. Asuransi bertujuan untuk mengurangi
resiko dan bersifat sosial (tolong-menolong) serta membawa maslahat bagi kita
khususnya keluarga kita. Maksudnya, jika kita tertimpa suatu musibah kita dapat
berlega hati karna adanya asuransi. Karena dalam sistem asuransi, premi yang
dibayarkan oleh peserta lain itu digunakan untuk membantu peserta/ anggota yang
lain yeng tertimpa musibah. Dalam posisi semacam ini keluarga sangat
diuntungkan karna tidak menanggung semua beban yang ditimbulkan oleh resiko-resiko tersebut.
B.
Rumusan Masalah
1.
Jelaskan
apa yang dimaksud dengan asuransi syariah?
2.
Jelaskan
jenis asuransi yang ada di Indonesia!
3.
Apa
pendapat ulama mengenai asuransi?
4.
Apa
manfaat yang diperoleh dari berasuransi?
5.
Uraikan
prinsip-prinsip asuransi syariah!
C.
Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah yang
berjudul “Asuransi syariah” ini adalah:
1.
Untuk
menjelaskan apa yang dimaksud dengan asuransi syariah.
2.
Memaparkan
jenis usaha asuransi yang ada di Indonesia!
3.
Menjelaskan
pendapat ulama mengenai asuransi!
4.
Menjelaskan
manfaat yang diperoleh dari berasuransi.
5.
Menjelaskan
prinsip-prinsip asuransi syariah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Asuransi
Kata asuransi berasal
dari bahasa Belanda Assurantie, yang dalam hukum belanda disebut Varzekering
yang artinya pertanggungan. Menurut C. Arthur Williams Jr, asuransi
adalah perlindungan terhadap resiko finansial oleh penanggung terhadap
tertanggung.
Secara baku definisi
asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-undang RI No. 40 Tahun 2014
tentang usaha perasuransian. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu
perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi dari penerimaan
premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
1.
Memberikan
penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan,
biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena
terjadinya peristiwa yang tidak pasti, atau
2.
Memberikan
pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung dengan manfaat yang
besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Sedangkan pengertian asuransi
syariah dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
akad yang sesuai dengan syariah.
Dari rumusan di atas dapat dipahami
bahwa dalam asuransi terlibat dua pihak yaitu penanggung dan tertanggung. Pihak
pertama, biasanya berwujud lembaga/ perusahaan asuransi, sedangkan pihak kedua
orang yang akan menderita karena suatu peristiwa yang belum terjadi. Sebagai
akibat dari kontrak pertanggungan ini pihak tertanggung diwajibkan membayar
uang premi kepada pihak penanggung (Perusahaan Asuransi).
Semakin maju suatu
negara semakin banyak macam dan jenis asuransi. Hal ini terjadi karena pada
negara yang telah maju lebih banyak aktivitas yang menanggung resiko. Dan agar
aktivitas ini berhasil maka diperlukan adanya perlindungan asuransi.
B.
Jenis-jenis asuransi
Asuransi diklasifikasikan
berdasarkan kejadian yang tidak dikehendaki, yaitu asuransi jiwa (life
insurance) dan asuransi umum/ non-jiwa (property and casualty insurance).
a.
Asuransi
Jiwa (life insurance).
Asuransi jiwa memberikan perlindungan terhadap aliran pendapatan
kepada ahli waris akibat kematian. Jika pemegang polis meninggal, perusahaan
asuransi akan melakukan pembayaran kepada ahli waris. Produk-produk perusahaan
asuransi jiwa meliputi:
1)
Asuransi
kecacatan (disability insurance), memberikan perlindungan terhadap
aliran pendapatan bila pihak tertanggung mengalami cacat tubuh sehingga tidak
bisa bekerja.
2)
Anuitas
(annuity), merupakan produk asuransi yang menjamin aliran pendapatan
seumur hidup. Pada umumnya, anuitas dijual kepada kelompok/ grup dalam bentuk
program dana pensiun sehingga dapat menekan perilaku pilihan merugikan.
3)
Asuransi
kesehatan, memberi proteksi terhadap ongkos kesehatan yang semakin hari semakin
mahal. Mereka yang perpotensi sakit cenderung membeli asuransi jenis ini. Oleh
karena itu, asuransi kesehatan individu menjadi sangat mahal.
4)
Asuransi
jiwa berjangka, memberikan manfaat kematian tetapi tidak ada peningkatan kas
(tidak mengandung elemen investasi). Semakin tua umur tertanggung, semakin
tinggi probabilitas kematiannya sehingga biaya polis (premi) semakin meningkat.
Asuransi jenis ini sulit untuk dijual karena bila masa asuransi telah habis,
maka pemegang polis tidak mendapatkan manfaat dari premi yang telah dibayarnya.
5)
Asuransi
jiwa penuh, adalah polis dengan dua ciri; (1) membayar sejumlah nilai tertentu
pada saat kematian pihak tertanggung, dan (2) mengakumulasikan nilai tunai yang
dapat dipinjam pemilik polis. Jika tertanggung tetap hidup sampai waktu jatuh
tempo polis, maka ia akan menerima sejumlah nilai tertentu yang dapat digunakan
untuk membeli anuitas. Dengan demikian, asuransi jiwa penuh menjamin pihak tertanggung
sepanjang masa hidupnya.
6)
Asuransi
jiwa universal, memberikan manfaat yang merupakan kombinasi antara asuransi
jiwa berjangka dan penuh. Dengan premi yang sama dengan asuransi jiwa penuh,
manfaat yang diberikan lebih besar karena sebagian premi digunakan untuk
membeli asuransi jiwa berjangka, dan sisanya digunakan untuk investasi yang
tidak terkena pajak.
b.
Asuransi
Umum/ Non-Jiwa (property and casualty insurance).
Asuransi non-jiwa dapat terdiri dari asuransi harta benda/ properti
(property insurance), asuransi kecelakaan (casualty insurance).
1)
Asuransi
harta benda, memberikan perlindungan terhadap aliran pendapatan dari properti
(rumah, mobil, toko, pabrik, dan sebagainya) akibat kejadian seperti
kecelakaan, kebakaran, pencurian, bencana alam, dan kejadian yang tidak dapat
dihindarkan lainnya.
2)
Asuransi
tanggung gugat (liability insurance), memproteksi pihak tertanggung
terhadap klaim pihak ketiga akibat produk cacat atau kecelakaan. Asuransi mobil
dapat berupa asuransi harta benda yang
memberikan penggantian bila mobil mengalami kerusakan, dan/ asuransi kecelakaan
yang akan membayar klaim pihak ketiga bila kecelakaan disebabkan oleh mobil
pemegang polis.
C.
Pendapat Ulama tentang Asuransi
Dalam menghadapi
masalah asuransi ini para ulama fiqh kontemporer dapat digolongkan dalam empat
kelompok. Pertama, kelompok ulama fiqh yang mengharamkan asuransi. Kedua,
kelompok yang membolehkan asuransi. Ketiga, kelompok yang membolehkan
asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan yang bersifat komersil. Keempat, kelompok
yang memberikan status subhat kepada asuransi.
1. Ulama fiqh yang termasuk kelompok
pertama diantaranya Syaikh Ibnu Abidin dari madzhab Hanafi, orang pertama kali
berbicara tentang asuransi dalam fiqh islam, Syaikh Muhammad Bakhit al-Muthi’
seorang mufti mesir (1854-1935), Syaikh Muhammad Yusuf al-Qardhawi Guru besar
Universitas Qatar pengarang kitab al-Halal wal Haram fil Islam, Dr.
Muhammad Muslihuddin Guru besar hukum Islam Universitas London dan Prof. Dr.
Wahbah al-Zuhaili ulama fiqh guru besar Universitas Damasqus pengarang kitab al-Fiqh
al-Islami wa Adillatuhu. Alasan mereka mengharamkan asuransi :
a.
Asuransi
sama dengan judi, karna tertanggung mengharapkan sejumlah harta tertentu
seperti halnya judi.
b.
Asuransi
mengandung ketidakjelasan atau ketidakpastian (Jahalat wa al-Gharar), karena
tertanggung diwajibkan sejumlah premi yang telah ditentukan, sedangkan berapa
jumlah yang dibayarkan tidak jelas. Lebih dari itu belum ada kepastian apakah
jumlah tertentu itu akan diberikan kepada tertanggung atau tidak. Hal ini
sangat tergantung pada peristiwa yang telah disepakati dan ditentukan.
c.
Asuransi
mengandung unsur riba, karena tertanggung akan memperoleh sejumlah uang yang
lebih besar daripada premi yang dibayarkan.
d.
Mengandung
unsur eksploitasi karena tertanggung kalau tidak dapat membayar preminya,
uangnya dapat hilang atau dikurangi jumlah uang premi yang telah dibayarkan.
2. Ulama fiqh yang termasuk kelompok
kedua diantaranya Musthofa Ahmad Zarqa’ Guru besar Fakultas Syariah Universitas
Siria, Muhammad Yusuf Musa Guru besar Hukum Islam Universitas Kairo, Abdul
Rahman Isya pengarang kitab al-Muamalat al-Hadistah wa Ahkamuha, mereka
membolehkan asuransi secara mutlak tanpa terkecuali dengan alasan :
a.
Tidak
ada Nash al-Quran dan al-Hadits yang melarang asuransi.
b.
Dalam
asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
c.
Asuransi
saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
d.
Asuransi
mengandung kepentingan umum, sebab uang premi yang terkumpul dapat
diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan.
e.
Asuransi
termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dan perusahaan asuransi.
f.
Asuransi
termasuk syirkah ta’wuniah, yaitu usaha bersama yang didasarkan pada prinsip
tolong-menolong.
Masyfuq Zuhdi cenderung kepada
pendapat yang kedua ini dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a.
Sesuai
dengan kaidah hukum islam:
“Pada prinsipnya pada semua akad itu boleh, sehingga ada dalil yang
melarangnya”.
b.
Sesuai
dengan tujuan pokok agama Islam yaitu untuk menarik atau mencari kemaslahatan
dan menolak atau menghindari kerusakan.
c.
Sesuai
dengan kaidah hukum Islam:
“Jika ada dua resiko yang berhadapan (berat dan ringan), maka
didahulukan bahaya yang lebih ringan”.
d.
Asuransi
tidak sama dengan judi karena asuransi bertujuan untuk mengurangi resiko dan
bersifat sosial serta membawa maslahat bagi keluarga, sedangkan judi justru menciptakan
resiko, tidak bersifat sosial dan dapat membawa malapetaka bagi pelaku dan
keluarganya.
e.
Sesuai
dengan asas dan hukum Islam yaitu meniadakan kesempitan dan kesukaran serta
berusaha mewujudkan hidup berdampingan dan bergotong royong.
3. Ulama fiqh yang termasuk kelompok
ketiga diantaranya Muhammad Abu Zahra, Guru Besar Hukum Islam Universitas
Kairo. Abu Zahra menyimpulkan bahwa asuransi yang bersifat sosial (tolong
menolong) adalah halal dan sebagai aktivitas alami yang perlu diwujudkan
keberadaannya.
4. Ulama fiqh yang menganggap
asuransi sebagai subhat, dengan alasan tidak ada dalil yang secara tegas
mengharamkannya dan menghalalkannya, sementara dapat dirasakan pada asuransi
terkandung sekaligus kerugian pada pihak-pihak yang terlibat.
Dalam bahasa Arab asuransi disebut al-Ta’mim, penanggung disebut
al-Muammin, sedangkan tertanggung disebut al-Muamman Lahu atau Musta’min.
al-Ta’min diambil dari kata amana yang artinya perlindungan, keamanan, dan
bebas dari rasa takut.
Menurut Husain Hamid
Hisan, asuransi atau al-Ta’mim adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan
sistem yang sangat rapi antara sejumlah besar manusia, dalam mengantisipasi suatu peristiwa. Jika
sebagian mereka mengalami peristiwa, maka semuanya saling menolong dalam
menghadapi peristiwa tersebut dengan pemberian bantuan oleh masing-masing
peserta. Dengan pemberian bantuan tersebut, maka dapat menutupi kerugian yang
dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian, asuransi atau
al-Ta’mim adalah ta’awun yang terpuji yaitu saling tolong-menolong dalam
berbuat kebajikan dan taqwa.
Istilah lain yang
digunakan asuransi Syariah adalah Takaful. Kata takaful berasal dari kata takafala-yatafakalu
yang berarti menjamin atau saling menanggung. Takaful dalam pengertian muamalah
adalah saling memikul resiko antara sesama orang, sehingga antara satu dan
lainnya menjadi penanggung atas resiko-resiko yang terjadi. Saling pikul resiko
ini dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara
masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana ibadah dan sumbangan
yang ditunjukkan untuk menanggung resiko-resiko mereka.
Pengertian asuransi syariah diatas,
makin terasa nilainya jika memperhatikan firman Allah al-Maidah ayat 2 yang
artinya:
“Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan Takwa dan janganlah
kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”.
Dalam mengamalkan ayat
diatas, sudah tentu tidak hanya melibatkan dua pihak yang bertakaful melainkan
diperlukan pihak ketiga. Dan pihak ketiga tersebut adalah lembaga atau badan
hukum yang menjamin resiko dan terjaminnya takaful dari unsur-unsur yang
dilarang oleh syariah seperti ghoror, maisir, dan riba.
D.
Manfaat dan Risiko Asuransi
1.
Manfaat asuransi
Asuransi
pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi antara lain,
sebagai berikut:
a.
Rasa
aman dan perlindungan. Peserta asuransi berhak memperoleh klaim (hak peserta
asuransi) yang wajib diberikan oleh perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam
akad.
b.
Berfungsi
sebagai tabungan. Kepemilikan dana pada perusahaan asuransi syariah merupakan
hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara
syariah. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran
premi dan ingin mengundurkan diri, maka dana yang telah dibayarkan tadi bisa
diambil kembali.
c.
Alat
penyebaran risiko. Dalam asuransi syariah, risiko dibagi bersama para semua
peserta sebagai bentuk tolong-menolong diantara mereka (peserta asuransi).
d.
Membantu
meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi tersebut dapat menginvestasikan
dana sesuai dengan syariah untuk usaha tertentu.
2.
Risiko
asuransi
Jenis-jenis risiko yang umum dikenal dalam usaha perasuransian
antara lain:
a.
Risiko
murni
Risiko murni
adalah suatu risiko bila terjadi akan memberikan kerugian, dan apabila tidak
terjadi tidak akan menimbulkan kerugian dan juga tidak memberikan keuntungan.
Contoh: mobil yang ikut di asuransikan mengalami kecelakaan, maka pemilik akan
mengalami kerugian. Tetapi jika mobil tersebut tidak mengalami kecelakaan, maka
pemilik mobil tersebut tidak rugi dan tidak memberikan keuntungan pula.
b.
Risiko
investasi
Risiko
investasi adalah risiko yang yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan,
yaitu kemungkinan mengalami kerugian finansial dan atau memperoleh keuntungan. Misalnya
dalam melakukan investasi saham di bursa efek, dan sebagainya. Fluktuasi harga
saham akan dapat menyebabkan keuntungan ataupun kerugian.
c.
Risiko
individu
Risiko individu
ini dapat dibedakan menjadi 3 macam risiko, yaitu:
1)
Risiko
pribadi
Risiko pribadi
adalah risiko yang dapat mempengaruhi kapasitas seseorang dalam memperoleh
keuntungan. Contoh, seseorang yang dapat menghilangkan atau berkurangnya
keuntungan dikarenakan mati muda, cacat fisik, dan kehilangan pekerjaan.
2)
Risko
harta
Risiko harta
adalah risiko terjadinya kerugian keuangan apabila harta atau benda tersebut
dicuri, hilang, atau rusak.
3)
Risiko
tanggung gugat
Risiko tanggung
gugat adalah risiko yang mungkin dialami sebagai tanggung jawab akibat merugikan
pihak lain. contoh jika seseorang menanggung kerugian orang lain, maka dia
harus membayarnya, sehingga hal ini merupakan kerugian finansial.
E.
Prinsip Pengelolaan Asuransi Syariah
Dalam
sejarah, Islam senantiasa memberikan jaminan kepada umatnya dan orang-orang
yang bernaung dibawah naungan kekuasaannya. Jaminan itu bisa melalui
solidaritas sosial diantara umat Islam, dan bisa pula lewat pemerintah dan
baitul mal.
Di
dalam syariat Islam, kita didorong untuk membantu orang yang mengalami musibah.
Oleh sebab itu, apabila seseorang tertimpa bencana besar (kelaparan), maka ia
boleh meminta kepada pemerintah sehingga terbebas dari penderitaannya. Demikian
juga adanya jaminan kepada para ahli waris sesudah kematian keluarganya dalam
bentuk pembagian harta warisan. Perjanjian asuransi sesungguhnya bisa diterima
oleh umat Islam selama praktiknya sesuai dengan syariah. Asuransi syariah
merupakan sebuah sistem dimana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh
premi yang mereka bayar untuk kegunaan membayar klaim atas musibah yang dialami
oleh sebagian peserta. Disini peserta asuransi melakukan risk sharing di
antara mereka.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesimpulan
dari makalah yang berjudul “ASURANSI SYARIAH” adalah:
1.
asuransi
syariah dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong
diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau
Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu
akad yang sesuai dengan syariah.
2.
Asuransi
diklasifikasikan berdasarkan kejadian yang tidak dikehendaki, yaitu asuransi
jiwa (life insurance) dan asuransi umum/ non-jiwa (property and
casualty insurance).
3.
Ulama
fiqh yang menganggap asuransi sebagai subhat, dengan alasan tidak ada dalil
yang secara tegas mengharamkannya dan menghalalkannya, sementara dapat
dirasakan pada asuransi terkandung sekaligus kerugian pada pihak-pihak yang
terlibat.
4.
Manfaat
dan risiko asuransi
Asuransi
pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi antara lain,
sebagai berikut:
a.
Rasa
aman dan perlindungan.
b.
Berfungsi
sebagai tabungan.
c.
Alat
penyebaran risiko.
d.
Membantu
meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi tersebut dapat
menginvestasikan dana sesuai dengan syariah untuk usaha tertentu.
Jenis-jenis
risiko yang umum dikenal dalam usaha perasuransian antara lain:
a.
Risiko
murni
b.
Risiko
investasi
c.
Risiko
individu
Risiko individu
ini dapat dibedakan menjadi 3 macam risiko, yaitu:
1)
Risiko
pribadi
2)
Risko
harta
3)
Risiko
tanggung gugat.
5.
Prinsip-prinsip
asuransi syariah
Membantu orang yang sedang tertimpa
bencana atau musibah besar seperti kelaparan, sebagai jaminan kepada para ahli
waris sesudah kematian keluarganya dalam bentuk pembagian harta warisan.
B.
Saran
Demikianlah makalah yang dapt kami susun. Sebagai mahasiswa kami
menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Baik dalam penulisan, penyampaian
maupun bahasa yang kami gunakan. Maka dari itu kami membutuhkan saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat mengetahui dimana kesalahan dan kekeliruan
kami dalam membuat makalah ini. Atas perhatiannya kami mengucapkan terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan,
Sapiudin Sidiq, Fiqh Muamalat, Prenadamedia Group, Jakarta 2015
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga
Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta, 2010
Ktut Silvanita Mangani, Bank
& Lembaga Keuangan Lain, Surabaya: PT. Gelora Aksara Pratama, 2009