Selasa, 10 Oktober 2017

ASURANSI SYARIAH




ASURANSI SYARIAH


BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Perkembangan lembaga keuangan syariah masih terus-menerus mengalami tranformasi kearah positivisme sistem dan lembaga keuangan di tanah air. Proses ini sendiri masih membutuhkan sosialisasi dan evaluasi dikalangan masyarakat Indonesia. Meresapnya sistem ekonomi Islam dalam lembaga keuangan syariah merupakan sasaran penting dalam mewujudkan masyarakat yang makmur, sejahtera, dan berkeadilan  bukan hanya pada umat Islam, tetapi juga secara universal bagi seluruh umat yang mengamalkannya.
Sedangkan asuransi adalah perlindungan terhadap resiko finansial oleh penanggung terhadap tertanggung. Asuransi bertujuan untuk mengurangi resiko dan bersifat sosial (tolong-menolong) serta membawa maslahat bagi kita khususnya keluarga kita. Maksudnya, jika kita tertimpa suatu musibah kita dapat berlega hati karna adanya asuransi. Karena dalam sistem asuransi, premi yang dibayarkan oleh peserta lain itu digunakan untuk membantu peserta/ anggota yang lain yeng tertimpa musibah. Dalam posisi semacam ini keluarga sangat diuntungkan karna tidak menanggung semua beban yang ditimbulkan oleh  resiko-resiko tersebut.


B.     Rumusan Masalah
1.    Jelaskan apa yang dimaksud dengan asuransi syariah?
2.    Jelaskan jenis asuransi yang ada di Indonesia!
3.    Apa pendapat ulama mengenai asuransi?
4.    Apa manfaat yang diperoleh dari berasuransi?
5.    Uraikan prinsip-prinsip asuransi syariah!

C.    Tujuan Penulisan
Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah yang berjudul “Asuransi syariah” ini adalah:
1.    Untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan asuransi syariah.
2.    Memaparkan jenis usaha asuransi yang ada di Indonesia!
3.    Menjelaskan pendapat ulama mengenai asuransi!
4.    Menjelaskan manfaat yang diperoleh dari berasuransi.
5.    Menjelaskan prinsip-prinsip asuransi syariah.
















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Asuransi
       Kata asuransi berasal dari bahasa Belanda Assurantie, yang dalam hukum belanda disebut Varzekering yang artinya pertanggungan. Menurut C. Arthur Williams Jr, asuransi adalah perlindungan terhadap resiko finansial oleh penanggung terhadap tertanggung. [1]
       Secara baku definisi asuransi di Indonesia telah ditetapkan dalam Undang-undang RI No. 40 Tahun 2014 tentang usaha perasuransian. Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak, yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang menjadi dasar bagi dari penerimaan premi oleh perusahaan asuransi sebagai imbalan untuk:
1.    Memberikan penggantian kepada tertanggung atau pemegang polis karena kerugian, kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung atau pemegang polis karena terjadinya peristiwa yang tidak pasti, atau
2.    Memberikan pembayaran yang didasarkan pada meninggalnya tertanggung dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan dana.
Sedangkan pengertian asuransi syariah dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu akad yang sesuai dengan syariah.
Dari rumusan di atas dapat dipahami bahwa dalam asuransi terlibat dua pihak yaitu penanggung dan tertanggung. Pihak pertama, biasanya berwujud lembaga/ perusahaan asuransi, sedangkan pihak kedua orang yang akan menderita karena suatu peristiwa yang belum terjadi. Sebagai akibat dari kontrak pertanggungan ini pihak tertanggung diwajibkan membayar uang premi kepada pihak penanggung (Perusahaan Asuransi).
       Semakin maju suatu negara semakin banyak macam dan jenis asuransi. Hal ini terjadi karena pada negara yang telah maju lebih banyak aktivitas yang menanggung resiko. Dan agar aktivitas ini berhasil maka diperlukan adanya perlindungan asuransi.

B.     Jenis-jenis asuransi
Asuransi diklasifikasikan berdasarkan kejadian yang tidak dikehendaki, yaitu asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi umum/ non-jiwa (property and casualty insurance).
a.    Asuransi Jiwa (life insurance).
Asuransi jiwa memberikan perlindungan terhadap aliran pendapatan kepada ahli waris akibat kematian. Jika pemegang polis meninggal, perusahaan asuransi akan melakukan pembayaran kepada ahli waris. Produk-produk perusahaan asuransi jiwa meliputi:[2]
1)   Asuransi kecacatan (disability insurance), memberikan perlindungan terhadap aliran pendapatan bila pihak tertanggung mengalami cacat tubuh sehingga tidak bisa bekerja.
2)   Anuitas (annuity), merupakan produk asuransi yang menjamin aliran pendapatan seumur hidup. Pada umumnya, anuitas dijual kepada kelompok/ grup dalam bentuk program dana pensiun sehingga dapat menekan perilaku pilihan merugikan.
3)   Asuransi kesehatan, memberi proteksi terhadap ongkos kesehatan yang semakin hari semakin mahal. Mereka yang perpotensi sakit cenderung membeli asuransi jenis ini. Oleh karena itu, asuransi kesehatan individu menjadi sangat mahal.
4)   Asuransi jiwa berjangka, memberikan manfaat kematian tetapi tidak ada peningkatan kas (tidak mengandung elemen investasi). Semakin tua umur tertanggung, semakin tinggi probabilitas kematiannya sehingga biaya polis (premi) semakin meningkat. Asuransi jenis ini sulit untuk dijual karena bila masa asuransi telah habis, maka pemegang polis tidak mendapatkan manfaat dari premi yang telah dibayarnya.
5)   Asuransi jiwa penuh, adalah polis dengan dua ciri; (1) membayar sejumlah nilai tertentu pada saat kematian pihak tertanggung, dan (2) mengakumulasikan nilai tunai yang dapat dipinjam pemilik polis. Jika tertanggung tetap hidup sampai waktu jatuh tempo polis, maka ia akan menerima sejumlah nilai tertentu yang dapat digunakan untuk membeli anuitas. Dengan demikian, asuransi jiwa penuh menjamin pihak tertanggung sepanjang masa hidupnya.
6)   Asuransi jiwa universal, memberikan manfaat yang merupakan kombinasi antara asuransi jiwa berjangka dan penuh. Dengan premi yang sama dengan asuransi jiwa penuh, manfaat yang diberikan lebih besar karena sebagian premi digunakan untuk membeli asuransi jiwa berjangka, dan sisanya digunakan untuk investasi yang tidak terkena pajak.
b.    Asuransi Umum/ Non-Jiwa (property and casualty insurance).[3]
Asuransi non-jiwa dapat terdiri dari asuransi harta benda/ properti (property insurance), asuransi kecelakaan (casualty insurance).
1)   Asuransi harta benda, memberikan perlindungan terhadap aliran pendapatan dari properti (rumah, mobil, toko, pabrik, dan sebagainya) akibat kejadian seperti kecelakaan, kebakaran, pencurian, bencana alam, dan kejadian yang tidak dapat dihindarkan lainnya.
2)   Asuransi tanggung gugat (liability insurance), memproteksi pihak tertanggung terhadap klaim pihak ketiga akibat produk cacat atau kecelakaan. Asuransi mobil dapat berupa  asuransi harta benda yang memberikan penggantian bila mobil mengalami kerusakan, dan/ asuransi kecelakaan yang akan membayar klaim pihak ketiga bila kecelakaan disebabkan oleh mobil pemegang polis. 
C.    Pendapat Ulama tentang Asuransi
       Dalam menghadapi masalah asuransi ini para ulama fiqh kontemporer dapat digolongkan dalam empat kelompok. Pertama, kelompok ulama fiqh yang mengharamkan asuransi. Kedua, kelompok yang membolehkan asuransi. Ketiga, kelompok yang membolehkan asuransi yang bersifat sosial dan mengharamkan yang  bersifat komersil. Keempat, kelompok yang memberikan status subhat kepada asuransi.[4]
1. Ulama fiqh yang termasuk kelompok pertama diantaranya Syaikh Ibnu Abidin dari madzhab Hanafi, orang pertama kali berbicara tentang asuransi dalam fiqh islam, Syaikh Muhammad Bakhit al-Muthi’ seorang mufti mesir (1854-1935), Syaikh Muhammad Yusuf al-Qardhawi Guru besar Universitas Qatar pengarang kitab al-Halal wal Haram fil Islam, Dr. Muhammad Muslihuddin Guru besar hukum Islam Universitas London dan Prof. Dr. Wahbah al-Zuhaili ulama fiqh guru besar Universitas Damasqus pengarang kitab al-Fiqh al-Islami wa Adillatuhu. Alasan mereka mengharamkan asuransi :
a.    Asuransi sama dengan judi, karna tertanggung mengharapkan sejumlah harta tertentu seperti halnya judi.
b.    Asuransi mengandung ketidakjelasan atau ketidakpastian (Jahalat wa al-Gharar), karena tertanggung diwajibkan sejumlah premi yang telah ditentukan, sedangkan berapa jumlah yang dibayarkan tidak jelas. Lebih dari itu belum ada kepastian apakah jumlah tertentu itu akan diberikan kepada tertanggung atau tidak. Hal ini sangat tergantung pada peristiwa yang telah disepakati dan ditentukan.
c.    Asuransi mengandung unsur riba, karena tertanggung akan memperoleh sejumlah uang yang lebih besar daripada premi yang dibayarkan.
d.   Mengandung unsur eksploitasi karena tertanggung kalau tidak dapat membayar preminya, uangnya dapat hilang atau dikurangi jumlah uang premi yang telah dibayarkan.
2. Ulama fiqh yang termasuk kelompok kedua diantaranya Musthofa Ahmad Zarqa’ Guru besar Fakultas Syariah Universitas Siria, Muhammad Yusuf Musa Guru besar Hukum Islam Universitas Kairo, Abdul Rahman Isya pengarang kitab al-Muamalat al-Hadistah wa Ahkamuha, mereka membolehkan asuransi secara mutlak tanpa terkecuali dengan alasan :
a.    Tidak ada Nash al-Quran dan al-Hadits yang melarang asuransi.
b.    Dalam asuransi terdapat kesepakatan dan kerelaan antara kedua belah pihak.
c.    Asuransi saling menguntungkan antara kedua belah pihak.
d.   Asuransi mengandung kepentingan umum, sebab uang premi yang terkumpul dapat diinvestasikan dalam kegiatan pembangunan.
e.    Asuransi termasuk akad mudharabah antara pemegang polis dan perusahaan asuransi.
f.     Asuransi termasuk syirkah ta’wuniah, yaitu usaha bersama yang didasarkan pada prinsip tolong-menolong.[5]
Masyfuq Zuhdi cenderung kepada pendapat yang kedua ini dengan alasan-alasan sebagai berikut :
a.    Sesuai dengan kaidah hukum islam:
“Pada prinsipnya pada semua akad itu boleh, sehingga ada dalil yang melarangnya”.
b.    Sesuai dengan tujuan pokok agama Islam yaitu untuk menarik atau mencari kemaslahatan dan menolak atau menghindari kerusakan.
c.    Sesuai dengan kaidah hukum Islam:
“Jika ada dua resiko yang berhadapan (berat dan ringan), maka didahulukan bahaya yang lebih ringan”.
d.   Asuransi tidak sama dengan judi karena asuransi bertujuan untuk mengurangi resiko dan bersifat sosial serta membawa maslahat bagi keluarga, sedangkan judi justru menciptakan resiko, tidak bersifat sosial dan dapat membawa malapetaka bagi pelaku dan keluarganya.
e.    Sesuai dengan asas dan hukum Islam yaitu meniadakan kesempitan dan kesukaran serta berusaha mewujudkan hidup berdampingan dan bergotong royong.
3. Ulama fiqh yang termasuk kelompok ketiga diantaranya Muhammad Abu Zahra, Guru Besar Hukum Islam Universitas Kairo. Abu Zahra menyimpulkan bahwa asuransi yang bersifat sosial (tolong menolong) adalah halal dan sebagai aktivitas alami yang perlu diwujudkan keberadaannya.
4. Ulama fiqh yang menganggap asuransi sebagai subhat, dengan alasan tidak ada dalil yang secara tegas mengharamkannya dan menghalalkannya, sementara dapat dirasakan pada asuransi terkandung sekaligus kerugian pada pihak-pihak yang terlibat.

     Dalam bahasa Arab asuransi disebut al-Ta’mim, penanggung disebut al-Muammin, sedangkan tertanggung disebut al-Muamman Lahu atau Musta’min. al-Ta’min diambil dari kata amana yang artinya perlindungan, keamanan, dan bebas dari rasa takut.[6]
       Menurut Husain Hamid Hisan, asuransi atau al-Ta’mim adalah sikap ta’awun yang telah diatur dengan sistem yang sangat rapi antara sejumlah besar manusia,  dalam mengantisipasi suatu peristiwa. Jika sebagian mereka mengalami peristiwa, maka semuanya saling menolong dalam menghadapi peristiwa tersebut dengan pemberian bantuan oleh masing-masing peserta. Dengan pemberian bantuan tersebut, maka dapat menutupi kerugian yang dialami oleh peserta yang tertimpa musibah. Dengan demikian, asuransi atau al-Ta’mim adalah ta’awun yang terpuji yaitu saling tolong-menolong dalam berbuat kebajikan dan taqwa.
       Istilah lain yang digunakan asuransi Syariah adalah Takaful. Kata takaful berasal dari kata takafala-yatafakalu yang berarti menjamin atau saling menanggung. Takaful dalam pengertian muamalah adalah saling memikul resiko antara sesama orang, sehingga antara satu dan lainnya menjadi penanggung atas resiko-resiko yang terjadi. Saling pikul resiko ini dilakukan atas dasar saling tolong-menolong dalam kebaikan dengan cara masing-masing mengeluarkan dana tabarru’ atau dana ibadah dan sumbangan yang ditunjukkan untuk menanggung resiko-resiko mereka.
Pengertian asuransi syariah diatas, makin terasa nilainya jika memperhatikan firman Allah al-Maidah ayat 2 yang artinya:
Tolong-menolonglah kamu dalam kebaikan dan Takwa dan janganlah kamu tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan”.
       Dalam mengamalkan ayat diatas, sudah tentu tidak hanya melibatkan dua pihak yang bertakaful melainkan diperlukan pihak ketiga. Dan pihak ketiga tersebut adalah lembaga atau badan hukum yang menjamin resiko dan terjaminnya takaful dari unsur-unsur yang dilarang oleh syariah seperti ghoror, maisir, dan riba.

D.    Manfaat dan Risiko Asuransi[7]
1.     Manfaat asuransi
Asuransi pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi antara lain, sebagai berikut:
a.       Rasa aman dan perlindungan. Peserta asuransi berhak memperoleh klaim (hak peserta asuransi) yang wajib diberikan oleh perusahaan sesuai dengan kesepakatan dalam akad.
b.      Berfungsi sebagai tabungan. Kepemilikan dana pada perusahaan asuransi syariah merupakan hak peserta. Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya secara syariah. Jika pada masa kontrak peserta tidak dapat melanjutkan pembayaran premi dan ingin mengundurkan diri, maka dana yang telah dibayarkan tadi bisa diambil kembali.
c.       Alat penyebaran risiko. Dalam asuransi syariah, risiko dibagi bersama para semua peserta sebagai bentuk tolong-menolong diantara mereka (peserta asuransi).
d.      Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi tersebut dapat menginvestasikan dana sesuai dengan syariah untuk usaha tertentu.
2.      Risiko asuransi
Jenis-jenis risiko yang umum dikenal dalam usaha perasuransian antara lain:
a.       Risiko murni
Risiko murni adalah suatu risiko bila terjadi akan memberikan kerugian, dan apabila tidak terjadi tidak akan menimbulkan kerugian dan juga tidak memberikan keuntungan. Contoh: mobil yang ikut di asuransikan mengalami kecelakaan, maka pemilik akan mengalami kerugian. Tetapi jika mobil tersebut tidak mengalami kecelakaan, maka pemilik mobil tersebut tidak rugi dan tidak memberikan keuntungan pula.
b.      Risiko investasi
Risiko investasi adalah risiko yang yang berkaitan dengan terjadinya dua kemungkinan, yaitu kemungkinan mengalami kerugian finansial dan atau memperoleh keuntungan. Misalnya dalam melakukan investasi saham di bursa efek, dan sebagainya. Fluktuasi harga saham akan dapat menyebabkan keuntungan ataupun kerugian.
c.       Risiko individu
Risiko individu ini dapat dibedakan menjadi 3 macam risiko, yaitu:
1)      Risiko pribadi
Risiko pribadi adalah risiko yang dapat mempengaruhi kapasitas seseorang dalam memperoleh keuntungan. Contoh, seseorang yang dapat menghilangkan atau berkurangnya keuntungan dikarenakan mati muda, cacat fisik, dan kehilangan pekerjaan.

2)      Risko harta
Risiko harta adalah risiko terjadinya kerugian keuangan apabila harta atau benda tersebut dicuri, hilang, atau rusak.
3)      Risiko tanggung gugat
Risiko tanggung gugat adalah risiko yang mungkin dialami sebagai tanggung jawab akibat merugikan pihak lain. contoh jika seseorang menanggung kerugian orang lain, maka dia harus membayarnya, sehingga hal ini merupakan kerugian finansial.

E.     Prinsip Pengelolaan Asuransi Syariah
Dalam sejarah, Islam senantiasa memberikan jaminan kepada umatnya dan orang-orang yang bernaung dibawah naungan kekuasaannya. Jaminan itu bisa melalui solidaritas sosial diantara umat Islam, dan bisa pula lewat pemerintah dan baitul mal.
Di dalam syariat Islam, kita didorong untuk membantu orang yang mengalami musibah. Oleh sebab itu, apabila seseorang tertimpa bencana besar (kelaparan), maka ia boleh meminta kepada pemerintah sehingga terbebas dari penderitaannya. Demikian juga adanya jaminan kepada para ahli waris sesudah kematian keluarganya dalam bentuk pembagian harta warisan. Perjanjian asuransi sesungguhnya bisa diterima oleh umat Islam selama praktiknya sesuai dengan syariah. Asuransi syariah merupakan sebuah sistem dimana para peserta mendonasikan sebagian atau seluruh premi yang mereka bayar untuk kegunaan membayar klaim atas musibah yang dialami oleh sebagian peserta. Disini peserta asuransi melakukan risk sharing di antara mereka.







BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa kesimpulan dari makalah yang berjudul “ASURANSI SYARIAH” adalah:
1.      asuransi syariah dalam Fatwa DSN MUI adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk aset dan atau Tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko tertentu akad yang sesuai dengan syariah.
2.      Asuransi diklasifikasikan berdasarkan kejadian yang tidak dikehendaki, yaitu asuransi jiwa (life insurance) dan asuransi umum/ non-jiwa (property and casualty insurance).
3.      Ulama fiqh yang menganggap asuransi sebagai subhat, dengan alasan tidak ada dalil yang secara tegas mengharamkannya dan menghalalkannya, sementara dapat dirasakan pada asuransi terkandung sekaligus kerugian pada pihak-pihak yang terlibat.
4.      Manfaat dan risiko asuransi
Asuransi pada dasarnya dapat memberi manfaat bagi para peserta asuransi antara lain, sebagai berikut:
a.    Rasa aman dan perlindungan.
b.    Berfungsi sebagai tabungan.
c.    Alat penyebaran risiko.
d.   Membantu meningkatkan kegiatan usaha karena perusahaan asuransi tersebut dapat menginvestasikan dana sesuai dengan syariah untuk usaha tertentu.
Jenis-jenis risiko yang umum dikenal dalam usaha perasuransian antara lain:
a.    Risiko murni
b.    Risiko investasi
c.    Risiko individu
Risiko individu ini dapat dibedakan menjadi 3 macam risiko, yaitu:
1)   Risiko pribadi
2)   Risko harta
3)   Risiko tanggung gugat.
5.      Prinsip-prinsip asuransi syariah
Membantu orang yang sedang tertimpa bencana atau musibah besar seperti kelaparan, sebagai jaminan kepada para ahli waris sesudah kematian keluarganya dalam bentuk pembagian harta warisan.

B.     Saran
Demikianlah makalah yang dapt kami susun. Sebagai mahasiswa kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan. Baik dalam penulisan, penyampaian maupun bahasa yang kami gunakan. Maka dari itu kami membutuhkan saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat mengetahui dimana kesalahan dan kekeliruan kami dalam membuat makalah ini. Atas perhatiannya kami mengucapkan terimakasih.



DAFTAR PUSTAKA

Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Sidiq, Fiqh Muamalat, Prenadamedia Group, Jakarta 2015
Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta, 2010
Ktut Silvanita Mangani, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Surabaya: PT. Gelora Aksara Pratama, 2009



[1] Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Sidiq, Fiqh Muamalat, Jakarta : Prenadamedia Group, 2015, Hlm 235
[2] Ktut Silvanita Mangani, Bank & Lembaga Keuangan Lain, Surabaya: PT. Gelora Aksara Pratama, 2009, Hlm 43
[3] Ibid Ktut Silvanita Mangani, Hlm 44
[4] Op.cit Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Sidiq, Hlm 238-239
[5] Ibid Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Sidiq, Hlm 239
[6] Ibid Abdul Rahman Ghazaly, Gufron Ihsan, Sapiudin Sidiq, Hlm 241-242
[7] Andri Soemitra, Bank Dan Lembaga Keuangan Syariah, Kencana, Jakarta, 2010, Hlm., 255-258