Kamis, 21 September 2017

EPISTEMOLOGI

MAKALAH
EPISTEMOLOGI

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengantar
         Dewasa ini istilah epistemologi digunakan oleh berbagai disiplin ilmu dan maknanya disempitkan pada metode kerja atau pendekatan dari suatu disiplin ilmu tertentu . Misalnya, ada epistemologi hukum,  epistemologi sosisologi, epistemologi bahasa , epistemology sejarah, dll. Epistemologi menjadi semcam keranjang sampah yang menampung semua Metodologi dari berbagai displin ilmu . Penyempitan arti epistemologi tersebut dengan sendirinya membawa konsekwensi pada kekaburan arti E pistemologi yang sebenarnya sebagai cabang atau bagian tak terpisahkan dari filsafat , Khususnya Metafisika .

 Sejarah dan Problem Dasar Epistemologi
              Dalam beberapa pembahasan dan buku, Kelahiran Epistemologi sebagai ilmu dibatasi pada rene Descartes (1596-1650). Namun pendapat tersebut tidak memiliki dasar historis dan argumentasi yang kuat.Karena  secara historis , Epistimologi itu muncul bersama dengan lahirnya ilmu filsafat itu sendiri atau lebih khusus lagi, muncul saat manusia mulai menyadari dan berfikir tentang eksistensi diri dan pikirannya dan eksistensi ada , ada lain yang diluar dirinya , tentang yang benar dan yang salah . Singakat kata , Epistemologi adalah subyek kelahiran, perubahan , perkembangan , dan percekcokan yang menyertai langakah hidup manusia  , bahkan yang paling spiritual sekalipun (bdk. L M.Regis, Epistemology of St. Thomas, Hlm.4). Karena itu adalah penting sekali menelusuri sejarah epistemologi dari jaman Yunani klasik, dimana para filsufnya telah membedakan sensasi dari pengertian , opini dari kebenaran , hingga jaman modern – kontemporer ini .
              Dalam lingkup pengetahuan , ada banyak pengetahuan yang mengkalim diri sebagai benar . Kita bias bertanya : Apakah pengtahuan yang mengklaim diri sebagai  benar adalah benar ? Jika pengetahuan tersebut benar , Bagaimana kebenaran yang banyak itu dijelaskan ? Jika kebenaran itu banyak lalu bagaimana kemajemukan kebenaran itu distukan ? Bukankah kalau kebenaran itu majemuk berarti majemuk juga prinsip dan aktifitas pengenalan itu ? Pertanyaan – pertanyaan inilah yang akan digeluti oleh epistemologi .
B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Definisi dari Epistemologi ?
2.      Jelaskan sebab – sebab Epistemologi ?
3.      Bagaimana Kedudukan Epistemolgi dalam filsafat ?
4.      Sebutkan beberapa Tema Pokok Epistemologi ?


 
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Epistemlogi dan Beberapa Istilah
      Epistemologi terdiri atas dua kata berikut : episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu atau dirkusus . Jadi, Epistemologi secara harfiah adalah ilmu atau dirkurus tentang pengetahuan dan dalam konteks filsafat epistemology adalah filsafat pengetahuan .
      Dewasa ini ada bebrapa istilah yang digunakan untuk epistemologi filsafat. Tetapi ada dua istilah yang umum digunakan yaitu Kritik dan Gneseologi.Menurut Sejarah , istilah kritik digunakan secara umum setelah berkembangnya pemikiran Kant, terutama dengan tiga bukunya yang dimulai dengan kata kritik  : die Kritik der reinen Vernunt , die Kritik der practischen Vernunft, dan die Kritik der Urteilskarf.
Kata Kritik berasal dari bahasa Yunani kpitikn dari kata kerja transitif  Kpiveivyang berarti menimbang atau memutuskan . Kritik berarti suatu analisa atas proses pengenalan manusia dalam usahanya  mencapai atau menemukan kebenaran atau kesucian antara apa yang ada dalam pikiran dan realitas diluarnya melalui keputusan yang diambilya . 
Istilah gnoseologi juga berasal dari bahasa yunani yvwon (Kata kerja transitif yvwpilw)yang berarti pengetahuan . Secara filosofis , genoesoelogi berarti penyelidikan filosofis yang bermaksud menentukan nilai kebenaran (Sofia Vanni Rovighi , Gnesoelogi ,hlm.7.). Gnesoelogi berusaha menggunakan akal budaya akal budinya untuk mengetahui apakah pengetahuan manusia tentang ada atau realitas yang mengelilinginya sungguh benar atau tidak [1].
B.  Sebab – Sebab Epistemologi
      kita tlah melihat bahwa dalam kenyataan ada begitu banyak kemajemukan kebenaran dan aktifitas pengenalan. Bisa diajukan beberapa pertanyaan : apakah pluralitas kebenaran itu tidak saling terkait dan bisa dijelaskan dan disatukan ? Bagaimana Cara mempersatukannya? Apa Syarat – syaratnya ?jawabnnya positif , yaitu dengan menemukan sebab – sebabnya (cause) (Luis Marie Regis ,St.Thomas and Epistemology,hlm55 dst).Dalam Lingkup pengetahuan /pengenalan/epistemology , ada empat sebab yang merangkum kemajemukan kebenaran itu.
      Pertama :Cansa Materialis:inteligensi.Inilah satu – satunya subyek yang mungkin dari pengetahuan yang benar . Karena kebenaran hanya dapat ditemukan dalam kemampuan keputusan intelektual . Intelegensi adalah satu – satunya tempat kediaman semua kebenaran , Apapun Hakekat/Kodranya. Hanya Inteligensi yang bias mempertanyakan segala sesuatu termasuk dirinya sendiri.
      Kedua :Cansa Formalis: Ada.ada adalah obyek secara keseluruhan dari pengetahuan manusia .Sesuatu yang dikenal,Baik inderawimaupun inteligibel, dikenal sebagai ada (ens). Segala sesuatu dan aktifitas terarah atau mengarah pada ada dan diukur oleh ada[2] .
      Ketiga :Cansa Efficiens: manusia jiwa dan badan dalam kesatuan dan keutuhannya. Hanya manusia yang berexistensi dengan badan dan jiwa dan adalah subyek dari aksi – aksinya sendiri , sebagaimana dikatakan dalam sebuah adagium: Actiones Sunt Suppositorum. Hanya manusia yang bias menggerakan seluruh daya kekuatannya untuk menyatukan segala sesuatu yang berbeda – beda demi tercapainya sebuah kesatuan dan kebenaran dalam kepenuhannya .
      Keempat :Cansa Finalis: Kesatuan dengan Allah ,Kesempurnaan dan Kebenaran tak terbatas.Segala yang ada adalah Realisasi dari suatu ide ilahi dan memiliki kebenaran ontologism . Tujuan terakhir dari setiap kebenaran adalah bergerak munuju Allah Sebagai sang pemiliki satu – satunya kebenaran , ukuran dan obyek terakhir .
Metode
Sebagai cabang Filsafat , metode / cara yang digunakan epistemologi dalam melakukan aktifitas pengenalan juga menggunakan cara kerja khas filsafat . Filsafat bukanlah sebuah ilmu empiris atau ilmu praktis tapi Spekulatif. Cara kerja yang digunakan oleh filsafat terletak dalam daya refleksi –kritik-rasional. Demikian juga Epistemologi berusaha mempelajari kebenaran dari realitas yang ditangkap oleh panca indra dengan menggunakan metode reflektif ini semaksimal mungin . Perlu diingat bahwa refleksi disini bukanlah dalam artian sehari-hari ,tapi sebagai aktifitas yang dilakukan oleh akal budi dalam upaya memahami suatu realitas . Jadi Refleksi Itu Mempunyai karakter rasional[3].
Kedudukan pistemologi dalam Filsafat
            Alasan utama mengapa pendapat yang menempatkan kelahiran Epistemologi pada Cartesius harus ditolak adalah adanya pembagian ilmu yang kurang lebih sistematis pada jaman Yunani Kuno . Dalam pembagian itu ,Secara jelas disebutkan kedudukan dan tempat serta objek dari Epistemologi dalam keseluruhan sistm ilmu masa itu . Pembahasan ilmu yang lebih sistematis kita temukan terutama dalam Plato dan Aristoteles  (Giovani Reale ? Dario Antiseri ,II Pensiero Occidental dalle Origine ad oggi , Jilid 1,1998) . Karena itu Kita akan menilai pembagian ilmu dari pemikiran keduanya .
             Dalam Plato ,pembagian ilmu itu disesuaikan dengan dua realitas / dua dunia , yaitu dunia indrawi dan dunia idea . Berikut ini adalah pembagian Plato:
LINGKUP ADA
Dunia Indrawi             Gambaran indrawi
                                    obyek idrawi
Dunia Inteligehel        Obyek Matemetika
                                    Ide-ide yang baik
LINGKUP PENGETAHUAN
Dosa / Opini                Eakasia/Imaginasi
                                    Pistis/Kepercayaan
Episteme                     Diaonia (Matematika)
                                    Noesis / Inteleksi
            Dalam pembagian ini Episteme diletakkan dalam tatanan ilmu tentang duia Intelegibel / Spekulatif .
            Sementara itu, dalam Aristoteles pembagian ilmu didasarkan pada obyek studi dari ilmu yang bersangkutan dan Gradualitas makna ada.Filsuf ini membedakan ilmu pengetahuan dalam tiga cabang berikut :Pertama: Ilmu pengetahuan praktis : Ilmu yang mencari pengetahuan untuk mencapai kesempurnaan moral , etika dan politik .Kedua : Ilmu  pengetahuan poetic/produktif : ilmu yang mencari pengetahuan dalam arahan untuk menghasilkan barang – barang tertentu,contoh Logika , Retorika, Puisi . Ketiga : Ilmu pengetahuan teoretis : Ilmu yang mencari pengetahuan untuk dirinya sendiri . contoh Metafisika , Fisiska (termasuk Psikologi), Matematika.
            Berkaitan dengan ilmu teoretis / Filsafat Aristoteles membedakannya dalam tiga seksi berikut ini .
1.   Logika        a. Minor : Tata Aturan penalaran
                  b. Mayor : Materi Penalaran
           2. Filsafat Spekulatif :
                                    a. Filsafat Matematika : Quantitas
                                    b. Filsafat alam  -Kosmologi : dunai material
                                                               -Psikologi : Manusia
                                    c. Metafisika   -Epistemologi : Kebenaran
                                                            - Ontologi : ada secara umum
                                                            - Teodisca : ada dalam dirinya sendiri
            3. Filsafat Praktis                    a. Filsafat seni  : Karya
b. Etika / Filsafat Moral : Aksi , Tingkah laku[4] .
Tingkat – Tingkat Abstraksi
     Kita berangkat dari ada multipslisitas ada yang disodorkan oleh pengalaman melalui panca indra .penting dicatat bahwa tidak memiliki ide  ide bawaan . pengetahuan yang miliki tentang realitas ekstramental yang berada diluar secara independen kita peroleh dari panca indra dan intelek . pembahasan ini mengandaikan bahwa pengalaman tentang ada lahir dari kontak manusia dengan alam sekitarnya . Tiga level abstraksi tentang ini menyangkut tiga bidang yang secara spesifik berbeda – beda : fisika , matematika , dan metafisika .
Fisika
     Dalam realitas pengalaman indrawi , kita hanya dapat mengabstrasikan pencerapan individual saja . Obyek yang diamati diredusikan pada qualitasi indrawi , sesuatu yang membuat da menjadi ada (ens mobile). inilah bidang sebenarnya dari ilmu – ilmu fisika – kimia yang mempelajari kwalitas indrawi sejauh dapat observasi (analisa Epistemologia) dan dapat diukur (analisa Epiriometrica). Dari sudut filsafat adalah filsafat ylam yang mempelajari ada material indrawi / ens sensibilis sejauh memiliki inteligbilitas .
Matematika
      Suatu drajat pengamatan lebih tinggi menggiring kita untuk memikirkan ada yang dialami secara unik sebagai quantitas (ens Quantum) yang diabstrasikan dari semua kwalitas indrawi . Inilah sesungguhnya bidang studi matematika , Yaitu menyelidiki quantitas ( angka , bentuk , keluasan , gerak ) sejauh dapat dipikirkan telah ( imam ginabile ) dan masuk akal (inteligibile) . Dalam kedua abstraksi ini ,fisika utamanya adalah materinya , tetapi dari sudut yang berbeda fisika mempelajari materia sensibilis comunis dan abstraksi yang dilakukan hanya menyangkut Determinasi individual semata , dimana material menjadi ini atau itu (batu,kayu,rumah,jembatan,dll). Sementara Matematika menyelidiki material inteligiblis comunis . Sebenarnyalah matematika memfokuskan diri kita pada angka , bentuk , dan semua hal yang dapat diamati tanpa kualitas indrawi . Dengan kata lain obye matematika tidak memasukkan materi dalam devinisinya , tetapi dapat berada dalam materi[5].
Metafisika
     Metafisika adalah derajat abstraksi yang tertinggi ,dimana ada yang disodorkan oleh pengalaman dengan determinasi partikularnya yang tertentu diabstraksikan dan diambil dalam keumuman dan kemurnian yang tertinggi . Orang dapat memikirkan hanyalah ADA itu sendiri , Tanpa suatu determinasi yang membuatnya suatu ada tertentu tetapi ada yang unik sejauh sebagai ada . itu berate ada dipahami dalam sifat intelegibilitasnya dan konsekuensinya adalah dalam seluruh universalitasnya . Ada yang diabstrasikan dari tiap materi adalah ada trans –fisik dan trans-inderawi , dan hanya dapat diakses oleh inteligengsi murni . itulah arti pertama dan utama metafisika[6].
Ontologi
      Metafisika pertama-tama memperhatikan ada sebagai ada itu sendiri, yaitu dalam sesuatu yang membentuk inteligibilitas intrinsiknya baik secara statis (ada sebagai transendental, genus suprema) maupun secara dinamis (ada sebagai sebab). Bagian pertama ini disebut ontologi (ilmu tentang ada) atau juga metafisica secara umum. Ada yang dibicarakan dalam metafisika tidak lain adalah ada real, yang dipahami dalam aspek universalnya dan bukanlah ens rationis (ada konseptual).
 Teologo Naturale
       Bertentangan dengan opini yang beredar, kita meyakini bahwa teologi natural/ teodicca termasuk bagian dari metafisika, dengan fakta bahwa dapat dibedakan apriori, dalam ada , baik esse universalis comunis, maupun secara positif esse immaterialis. Dari sudut perkembangan pemikiran, kita bergerak dari ontologi ke teologi natural. Thomas aquinas, mengikuti Aristoteles, menegaskan bahwa kita tidak melihat tuhan dalam ada (ontologisme) tetapi membuktikannya melalui ada. Jadi, bukanlah konsep ada untuk menuntun kita kedalam teologi natural (secara langsung), tapi pencaharian atas sebab  ada universal. Karena itu, Allah dalam filsafat dikenal hanya dengan alasan dari prinsip pertama ada. Karena itu, teologi natural tidak lain adalah bagian dari metafisika dan bukan suatu disiplin yang memiliki prinsip tersendiri dan independen, seperti halnya teologi dogmatik, yang berangkat dari rivelasi. Prinsip-prinsip teologi natural adalah prinsip-prinsip metafisika juga dengan mengandalkan kemampuan akal budi semata[7].
     Kritik/ gnoseologi/Epistemologi
      Kita dapat dan harus bertanya jika inteligensa secara nyata mampu untuk mencapai ada. Maka kita mencari apa dan mana nilai ontologis ratio?. Inilah sesungguhnya obyek epistemologi dan ia berperan sebagai suatu introduksi atas metafisika. Epistemologi sendiri memilik ihakekat metafisika sejauh memiliki ada ekstramental/immaterial sebagai obyeknya, bukan dalam dirinya sendiri sebagai ada atau realitas obyektif (yang adalah obyek formal ontologi), tetapi sejauh dapat dipahami oleh intelek.s pengetahuan tanpa mengetahui lebih dulu sesuatu yang nyata, yaitu
 Epistemologi harus mendahului ontologi, tetapi dipelajari kemudian setelah psicologi. Sebab bagaimana kita bisa menyelidiki nilai ontologis pengetahuan tanpa mengetahui lebih dulu sesuatu yang nyata, yaitu pengetahuan indrawi dan pengetahuan? Jika epistemoloogi menetap dalam pangkuan metafisika yang memiliki obyek formal tersendiri, ia tergantung semata hanya pada proses yang bertolak dari kesimpulan ke prinsip-prinsip rasional (dengan keputusan) untuk menyelidiki semua yang dapat dikenal oleh inteligensi.          
            Epistemologi mewakilili suatu aspek pengetahuan filosofis partikular. Ia adalah sebuah refleksi dengan mana inteligensi sadar akan dirinya sendiri dan kekuatan dirinyaserta menganalisa metode dan proses-prosesnya. Itu berarti Epistemologi adalah kearifan dan ilmu sekaligus. Dalam metafisika, epistemologi adalah suatu analisa metodis atas inteligensi sejauh berperan sebagai operator pengetahuan metafisik. Penganalisaan ini berhubungan langsung dengan keadaan pengetahuan itu sendiri, yaitu ditentukan oleh inteligensi yang memahami dirinya sejauh in actu (mampu) untuk bekerja secara metafisik dan secara refleksif sadar akan proses-prosenya, nilai dan keterbatasannya[8].
 Beberapa Tema Pokok epistemologi
Beberapa hal yang menjadi pokok bahasan epistemologi adalah:

1.   Aktivitas subyek pengenal
                    Pengetahuan secara esensial adalah aktivitas vital dengan mana subyek pengenal mengambil dan memiliki obyek, mengasimilasikannya dengan suatu cara tertentu pada substansi yang sebenarnya dan mengasimilasikan diri pengenal dengan subyek. Asimilasi adalah suatu kelahiran bersama, yaitu suatu kalahiran realitas pada bentuk ada yang berbeda dari keadaan subyek pengenal. Obyek dapat berada dalam dua cara yang berbeda: pertama, sebagai realitas hakiki dan apa adanya sebagaimana yang kita serap lewat pancaindar (secundum esse itentionale).  Namun kedua cara berbeda itu menunjuk pada realitas yang sama, yaitu realitas ekstramental.
2.   Eksistensi obyek ekstramental
Seperti halnya subyek pengenal, eksistensi obyek adalah penyebab pengetahuan. Pengetahuan adalah pengetahuan tentang sesuatu. Karena itu, eksistensi obyek diandaikan begitu saja. Dalam eksistensi obyek ini, kita bisa membedakan antara realitas sebagai ada yang otonom, berada di luar subyek pengenal danobyek sejauh realitasi itu dipikirkan oleh subyek. Realitas yang dikenal bukan hadir pada pikiran subyek sebagai sebuah benda, tetapi sebagai sebuah obyek kesadaran (existentia conscientialis). Artinya, saat ini saya melihat pohon atau rumah, bukan pohon dan rumah yang masuk dalam mata saya, melainkan ide tentang pohon dan rumah. Dalam arti ini maka ide adalah sarana penunjuk/sarana pengetahuan atas realitas ekstramentalis. Dalam pikiran, obyek itu universal dan niscaya, sementara dalam realitasnya adalah singular dan partikularnya.
3.      Kebenaran
Problem kebenaran tidak bergerak pada bidang abstrak atau dunia konsep, melainkan dalam bidang keputuan, yaitu saat orang menerima atau menolak sesuatu. Dalam artian ini, maka analisa atas kebenaran adalah analisa atas fakta yang konkret.
Ada beberapa jenis kebenaran.
a)      Kebenaran niscaya/ nalar dan kebenaran faktual yang dibedakan oleh is
kebenaran. Kebenaran nalar menyatakan hubungan antar konsep tanpa menyatakan apakah akan diwujudkan dalam realitas atau tidak.  (cth. Manusia adalah binatang berakal budi , dst). Dan sifat proposisinya adalah analitis apriori. Analitis berarti ada kesatuan S-P, menyangkal subyek berarti  menyangkal semua pertanyaan. A priori berarti hubungan S-P lepas dari pengalaman alias universal dan niscaya. Kebenaran faktual adalah kebenaran yang menyatakan eksistensi dari suatu hal (cth.Saya ada, pohon ada, kursi ada, hadirin ada, dst) dan eksistensi subyek itu bersifat bic et nunc dalam proposisi.
b)      Kebenaran ontologis dan logis/ Kebenaran ontologis adalah kebenaran
tentang ada/ realitas. Kebenaran logis adalah kebenaran tentang pengetahuan. Karakter umum keduanyaadalah hubungan intelek dengan realitas. Perbedaannya, Kebenaran ontologis menyatakanhubungan antara obyek dengan intelek yang mengarah pada penciptaan atas obyek tersebut (seniman dan karya seni) dan obyek diukur oleh intelek. Kebenaran logis menyatakan hubungan antara intelek dan obyek yag intelek temukan dan intelek diukur oleh obyek dalam kesimpulan, (Botak adalah tanda kepintaran,  semua gadis solo adalah cantik, semua orang batak pandai menyanyi,dst)[9].
4.      Kepastian (certitudo)
Kepastian adalah karakter aktivitas mengenal atau karakter dari sebuah keputusan dan faktor psikis subyektif. Karena itu kepastian dibedakan dalam dua tatanan praktis yang menyoroti setiap posisi yang mesti diambil dalam hidup. Hidup manusia tidak pernah netral dan bebas dari keputusan. Memutuskan sesuatu berarti memposisikan diri pada suatu keyakinan dan kepastian akan sesuatu hal.
5.      Kejelasan (evidentia)
Kejelasan adalah suatu karakter atau kwalitas dari sebuah proporsidan dari suatu relasi obyektif realitas dan perbuatan mencerap-menginderai yang dilakukan oleh pengenal. Evidensi bisa dibedakan dalam dua bagian, yaitu evidensi intrinsik dan evidensi ekstrinsik. Yang termasuk dalam evidensi intrinsik adalah evidensi moral dan evidensi historis. Sedangkan evidensi ekstrinsik berkaitan secara langsung dengan iman kepercayaan. Perbedaan evidensi intrinsik dan ekstrinsik terletak pada jelas tidaknya kaitan antara S-P dalam proporsi.
6.      Kekeliruan
Kekeliruan adalah bagian tak terpisahkan dari seluruh perilaku manusia. Sebabnya bisa bermacam ragam, namun kedudukannyabukanlah hakiki. Artinya, manusia tidak diarahkan secara kodrati kepada kekeliruan dan tidak mencintainya. Karena itu kekeliruan adalah aksidentasi sifatnya. Karena, saat tahu bahwa dirinya keliru, manusia akan membatalkan keyakinannya akan hal tersebut dan beralih pada hal lainwalaupun belum menemukan kebenaran yang sesungguhnya[10].


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.   Epistemologi terdiri atas dua kata berikut : episteme yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu atau dirkusus . Jadi, Epistemologi secara harfiah adalah ilmu atau dirkurus tentang pengetahuan dan dalam konteks filsafat epistemology adalah filsafat pengetahuan .
2.   Pertama :Cansa Materialis
Kedua :Cansa Formalis
Ketiga:Cansa Efficiens
Keempat :Cansa Finalis
3.   Dalam Plato ,pembagian ilmu itu disesuaikan dengan dua realitas / dua dunia , yaitu dunia indrawi dan dunia idea
4.   Aktifitas Subyek Pengenal , Eksistensi Obyek Ekstramental,Kebenaran, Kepastian, Kejelasan ,Kekeliruan.

 
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr. Syamsul Arifin M.Si, Pengantar Filsafat, 2004, Tidak ada Penerbit, Tidak ada Kota terbit
Riyanto Armada, dkk.,Pengantar Filsafat,2004, Tidak ada Penerbit, Tidak ada Kota Terbit,.




[1]Prof..Dr. Syamsul Arifin,M.Si. Pengantar Filsafat.2004.Tidak ada penerbit, Tidak ada Kota terbit, hlm 129
[2] Ibid. hlm130
[3] Ibid. hlm 131
[4] Ibid. hlm 131-133
[5] Ibid. hlm 134
[6] Ibid. hlm 135
[7] Ibid. hlm 137
[8] Ibid. him 138 - 137
[9] Ibid. hlm 139 - 141
[10] Ibid. hlm 142

Tidak ada komentar:

Posting Komentar