MAKALAH
EPISTEMOLOGI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengantar
Dewasa ini istilah epistemologi digunakan oleh
berbagai disiplin ilmu dan maknanya disempitkan pada metode kerja atau
pendekatan dari suatu disiplin ilmu tertentu . Misalnya, ada epistemologi
hukum, epistemologi sosisologi,
epistemologi bahasa , epistemology sejarah, dll. Epistemologi menjadi semcam
keranjang sampah yang menampung semua Metodologi dari berbagai displin ilmu .
Penyempitan arti epistemologi tersebut dengan sendirinya membawa konsekwensi
pada kekaburan arti E pistemologi yang sebenarnya sebagai cabang atau bagian
tak terpisahkan dari filsafat , Khususnya Metafisika .
Sejarah dan Problem Dasar Epistemologi
Dalam beberapa pembahasan dan buku,
Kelahiran Epistemologi sebagai ilmu dibatasi pada rene Descartes (1596-1650).
Namun pendapat tersebut tidak memiliki dasar historis dan argumentasi yang
kuat.Karena secara historis ,
Epistimologi itu muncul bersama dengan lahirnya ilmu filsafat itu sendiri atau
lebih khusus lagi, muncul saat manusia mulai menyadari dan berfikir tentang
eksistensi diri dan pikirannya dan eksistensi ada , ada lain yang diluar
dirinya , tentang yang benar dan yang salah . Singakat kata , Epistemologi
adalah subyek kelahiran, perubahan , perkembangan , dan percekcokan yang menyertai
langakah hidup manusia , bahkan yang
paling spiritual sekalipun (bdk. L M.Regis, Epistemology of St. Thomas, Hlm.4).
Karena itu adalah penting sekali menelusuri sejarah epistemologi dari jaman
Yunani klasik, dimana para filsufnya telah membedakan sensasi dari pengertian ,
opini dari kebenaran , hingga jaman modern – kontemporer ini .
Dalam
lingkup pengetahuan , ada banyak pengetahuan yang mengkalim diri sebagai benar
. Kita bias bertanya : Apakah pengtahuan yang mengklaim diri sebagai benar adalah benar ? Jika pengetahuan
tersebut benar , Bagaimana kebenaran yang banyak itu dijelaskan ? Jika
kebenaran itu banyak lalu bagaimana kemajemukan kebenaran itu distukan ?
Bukankah kalau kebenaran itu majemuk berarti majemuk juga prinsip dan aktifitas
pengenalan itu ? Pertanyaan – pertanyaan inilah yang akan digeluti oleh
epistemologi .
B. Rumusan Masalah
1. Apa Definisi dari Epistemologi ?
2. Jelaskan sebab – sebab Epistemologi ?
3. Bagaimana Kedudukan Epistemolgi dalam filsafat ?
4. Sebutkan beberapa Tema Pokok Epistemologi ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Epistemlogi dan
Beberapa Istilah
Epistemologi
terdiri atas dua kata berikut : episteme yang berarti pengetahuan dan logos
yang berarti ilmu atau dirkusus . Jadi, Epistemologi secara harfiah adalah ilmu
atau dirkurus tentang pengetahuan dan dalam konteks filsafat epistemology
adalah filsafat pengetahuan .
Dewasa ini
ada bebrapa istilah yang digunakan untuk epistemologi filsafat. Tetapi ada dua
istilah yang umum digunakan yaitu Kritik
dan Gneseologi.Menurut Sejarah ,
istilah kritik digunakan secara umum setelah berkembangnya pemikiran Kant,
terutama dengan tiga bukunya yang dimulai dengan kata kritik : die
Kritik der reinen Vernunt , die
Kritik der practischen Vernunft, dan die Kritik der Urteilskarf.
Kata Kritik berasal dari bahasa Yunani
kpitikn dari kata kerja transitif Kpiveivyang
berarti menimbang atau memutuskan . Kritik berarti suatu analisa atas proses
pengenalan manusia dalam usahanya
mencapai atau menemukan kebenaran atau kesucian antara apa yang ada
dalam pikiran dan realitas diluarnya melalui keputusan yang diambilya .
Istilah gnoseologi
juga berasal dari bahasa yunani yvwon (Kata kerja transitif yvwpilw)yang
berarti pengetahuan . Secara filosofis , genoesoelogi berarti penyelidikan
filosofis yang bermaksud menentukan nilai kebenaran (Sofia Vanni Rovighi ,
Gnesoelogi ,hlm.7.). Gnesoelogi berusaha menggunakan akal budaya akal budinya
untuk mengetahui apakah pengetahuan manusia tentang ada atau realitas yang
mengelilinginya sungguh benar atau tidak [1].
B. Sebab – Sebab Epistemologi
kita tlah
melihat bahwa dalam kenyataan ada begitu banyak kemajemukan kebenaran dan
aktifitas pengenalan. Bisa diajukan beberapa pertanyaan : apakah pluralitas kebenaran
itu tidak saling terkait dan bisa dijelaskan dan disatukan ? Bagaimana Cara
mempersatukannya? Apa Syarat – syaratnya ?jawabnnya positif , yaitu dengan
menemukan sebab – sebabnya (cause) (Luis
Marie Regis ,St.Thomas and Epistemology,hlm55 dst).Dalam Lingkup
pengetahuan /pengenalan/epistemology , ada empat sebab yang merangkum
kemajemukan kebenaran itu.
Pertama :Cansa Materialis:inteligensi.Inilah satu
– satunya subyek yang mungkin dari pengetahuan yang benar . Karena kebenaran
hanya dapat ditemukan dalam kemampuan keputusan intelektual . Intelegensi
adalah satu – satunya tempat kediaman semua kebenaran , Apapun
Hakekat/Kodranya. Hanya Inteligensi yang bias mempertanyakan segala sesuatu
termasuk dirinya sendiri.
Kedua :Cansa
Formalis: Ada.ada adalah obyek secara keseluruhan dari pengetahuan manusia
.Sesuatu yang dikenal,Baik inderawimaupun inteligibel, dikenal sebagai ada
(ens). Segala sesuatu dan aktifitas terarah atau mengarah pada ada dan diukur
oleh ada[2] .
Ketiga :Cansa
Efficiens: manusia jiwa dan badan dalam kesatuan dan keutuhannya. Hanya
manusia yang berexistensi dengan badan dan jiwa dan adalah subyek dari aksi –
aksinya sendiri , sebagaimana dikatakan dalam sebuah adagium: Actiones Sunt
Suppositorum. Hanya manusia yang bias menggerakan seluruh daya kekuatannya
untuk menyatukan segala sesuatu yang berbeda – beda demi tercapainya sebuah
kesatuan dan kebenaran dalam kepenuhannya .
Keempat :Cansa Finalis: Kesatuan dengan Allah ,Kesempurnaan dan Kebenaran tak terbatas.Segala
yang ada adalah Realisasi dari suatu ide ilahi dan memiliki kebenaran
ontologism . Tujuan terakhir dari setiap kebenaran adalah bergerak munuju Allah Sebagai sang
pemiliki satu – satunya kebenaran , ukuran dan obyek terakhir .
Metode
Sebagai cabang Filsafat , metode / cara yang digunakan epistemologi
dalam melakukan aktifitas pengenalan juga menggunakan cara kerja khas filsafat
. Filsafat bukanlah sebuah ilmu empiris atau ilmu praktis tapi Spekulatif. Cara
kerja yang digunakan oleh filsafat terletak dalam daya refleksi –kritik-rasional. Demikian juga Epistemologi berusaha
mempelajari kebenaran dari realitas yang ditangkap oleh panca indra dengan
menggunakan metode reflektif ini
semaksimal mungin . Perlu diingat bahwa refleksi disini bukanlah dalam artian
sehari-hari ,tapi sebagai aktifitas yang dilakukan oleh akal budi dalam upaya
memahami suatu realitas . Jadi Refleksi Itu Mempunyai karakter rasional[3].
Kedudukan
pistemologi dalam Filsafat
Alasan utama mengapa
pendapat yang menempatkan kelahiran Epistemologi pada Cartesius harus ditolak
adalah adanya pembagian ilmu yang kurang lebih sistematis pada jaman Yunani
Kuno . Dalam pembagian itu ,Secara jelas disebutkan kedudukan dan tempat serta objek
dari Epistemologi dalam keseluruhan sistm ilmu masa itu . Pembahasan ilmu yang
lebih sistematis kita temukan terutama dalam Plato dan Aristoteles (Giovani Reale ? Dario Antiseri ,II Pensiero Occidental dalle Origine ad oggi
, Jilid 1,1998) . Karena itu Kita akan menilai pembagian ilmu dari pemikiran
keduanya .
Dalam Plato ,pembagian ilmu itu disesuaikan
dengan dua realitas / dua dunia , yaitu dunia indrawi dan dunia idea . Berikut
ini adalah pembagian Plato:
LINGKUP ADA
Dunia
Indrawi Gambaran indrawi
obyek idrawi
Dunia
Inteligehel Obyek Matemetika
Ide-ide yang baik
LINGKUP PENGETAHUAN
Dosa /
Opini Eakasia/Imaginasi
Pistis/Kepercayaan
Episteme Diaonia
(Matematika)
Noesis
/ Inteleksi
Dalam pembagian ini Episteme
diletakkan dalam tatanan ilmu tentang duia Intelegibel / Spekulatif .
Sementara itu, dalam
Aristoteles pembagian ilmu didasarkan pada obyek studi dari ilmu yang
bersangkutan dan Gradualitas makna ada.Filsuf ini membedakan ilmu pengetahuan
dalam tiga cabang berikut :Pertama:
Ilmu pengetahuan praktis : Ilmu yang mencari pengetahuan untuk mencapai
kesempurnaan moral , etika dan politik .Kedua
: Ilmu pengetahuan poetic/produktif :
ilmu yang mencari pengetahuan dalam arahan untuk menghasilkan barang – barang
tertentu,contoh Logika , Retorika, Puisi . Ketiga
: Ilmu pengetahuan teoretis : Ilmu yang mencari pengetahuan untuk dirinya
sendiri . contoh Metafisika , Fisiska (termasuk Psikologi), Matematika.
Berkaitan dengan ilmu
teoretis / Filsafat Aristoteles membedakannya dalam tiga seksi berikut ini .
1. Logika a.
Minor : Tata Aturan penalaran
b. Mayor : Materi
Penalaran
2. Filsafat Spekulatif :
a. Filsafat
Matematika : Quantitas
b. Filsafat
alam -Kosmologi : dunai material
-Psikologi : Manusia
c.
Metafisika -Epistemologi : Kebenaran
-
Ontologi : ada secara umum
-
Teodisca : ada dalam dirinya sendiri
3. Filsafat Praktis a. Filsafat seni : Karya
b. Etika / Filsafat Moral : Aksi , Tingkah laku[4] .
Tingkat –
Tingkat Abstraksi
Kita berangkat dari ada multipslisitas ada
yang disodorkan oleh pengalaman melalui panca indra .penting dicatat bahwa
tidak memiliki ide ide bawaan .
pengetahuan yang miliki tentang realitas ekstramental yang berada diluar secara
independen kita peroleh dari panca indra dan intelek . pembahasan ini
mengandaikan bahwa pengalaman tentang ada lahir dari kontak manusia dengan alam
sekitarnya . Tiga level abstraksi tentang ini menyangkut tiga bidang yang
secara spesifik berbeda – beda : fisika , matematika , dan metafisika .
Fisika
Dalam realitas pengalaman indrawi , kita
hanya dapat mengabstrasikan pencerapan individual saja . Obyek yang diamati
diredusikan pada qualitasi indrawi , sesuatu yang membuat da menjadi ada (ens
mobile). inilah bidang sebenarnya dari ilmu – ilmu fisika – kimia yang
mempelajari kwalitas indrawi sejauh dapat observasi (analisa Epistemologia) dan
dapat diukur (analisa Epiriometrica). Dari sudut filsafat adalah filsafat ylam
yang mempelajari ada material indrawi / ens sensibilis sejauh memiliki
inteligbilitas .
Matematika
Suatu drajat pengamatan lebih tinggi
menggiring kita untuk memikirkan ada yang dialami secara unik sebagai quantitas
(ens Quantum) yang diabstrasikan dari semua kwalitas indrawi . Inilah
sesungguhnya bidang studi matematika , Yaitu menyelidiki quantitas ( angka ,
bentuk , keluasan , gerak ) sejauh dapat dipikirkan telah ( imam ginabile ) dan
masuk akal (inteligibile) . Dalam kedua abstraksi ini ,fisika utamanya adalah
materinya , tetapi dari sudut yang berbeda fisika mempelajari materia
sensibilis comunis dan abstraksi yang dilakukan hanya menyangkut Determinasi
individual semata , dimana material menjadi ini atau itu
(batu,kayu,rumah,jembatan,dll). Sementara Matematika menyelidiki material
inteligiblis comunis . Sebenarnyalah matematika memfokuskan diri kita pada
angka , bentuk , dan semua hal yang dapat diamati tanpa kualitas indrawi .
Dengan kata lain obye matematika tidak memasukkan materi dalam devinisinya ,
tetapi dapat berada dalam materi[5].
Metafisika
Metafisika adalah derajat abstraksi yang
tertinggi ,dimana ada yang disodorkan oleh pengalaman dengan determinasi
partikularnya yang tertentu diabstraksikan dan diambil dalam keumuman dan
kemurnian yang tertinggi . Orang dapat memikirkan hanyalah ADA itu sendiri ,
Tanpa suatu determinasi yang membuatnya suatu ada tertentu tetapi ada yang unik
sejauh sebagai ada . itu berate ada dipahami dalam sifat intelegibilitasnya dan
konsekuensinya adalah dalam seluruh universalitasnya . Ada yang diabstrasikan
dari tiap materi adalah ada trans –fisik dan trans-inderawi , dan hanya dapat
diakses oleh inteligengsi murni . itulah arti pertama dan utama metafisika[6].
Ontologi
Metafisika pertama-tama
memperhatikan ada sebagai ada itu sendiri, yaitu dalam sesuatu yang membentuk
inteligibilitas intrinsiknya baik secara statis (ada sebagai transendental,
genus suprema) maupun secara dinamis (ada sebagai sebab). Bagian
pertama ini disebut ontologi (ilmu tentang ada) atau juga metafisica secara
umum. Ada yang dibicarakan dalam metafisika tidak lain adalah ada real, yang
dipahami dalam aspek universalnya dan bukanlah ens rationis (ada konseptual).
Teologo Naturale
Bertentangan dengan opini yang beredar, kita
meyakini bahwa teologi natural/ teodicca termasuk bagian dari metafisika, dengan fakta bahwa
dapat dibedakan apriori, dalam ada , baik esse universalis comunis, maupun
secara positif esse immaterialis. Dari sudut perkembangan pemikiran, kita
bergerak dari ontologi ke teologi natural. Thomas aquinas, mengikuti
Aristoteles, menegaskan bahwa kita tidak melihat tuhan dalam ada (ontologisme)
tetapi membuktikannya melalui ada. Jadi, bukanlah konsep ada untuk menuntun
kita kedalam teologi natural (secara langsung), tapi pencaharian atas
sebab ada universal. Karena itu, Allah
dalam filsafat dikenal hanya dengan alasan dari prinsip pertama ada. Karena
itu, teologi natural tidak lain adalah bagian dari metafisika dan bukan suatu
disiplin yang memiliki prinsip tersendiri dan independen, seperti halnya
teologi dogmatik, yang berangkat dari rivelasi. Prinsip-prinsip teologi natural
adalah prinsip-prinsip metafisika juga dengan mengandalkan kemampuan akal budi
semata[7].
Kritik/
gnoseologi/Epistemologi
Kita dapat dan harus bertanya jika inteligensa
secara nyata mampu untuk mencapai ada. Maka kita mencari apa dan mana nilai
ontologis ratio?. Inilah sesungguhnya obyek epistemologi dan ia berperan
sebagai suatu introduksi atas metafisika. Epistemologi sendiri memilik ihakekat
metafisika sejauh memiliki ada ekstramental/immaterial sebagai obyeknya, bukan
dalam dirinya sendiri sebagai ada atau realitas obyektif (yang adalah obyek
formal ontologi), tetapi sejauh dapat dipahami oleh intelek.s pengetahuan tanpa
mengetahui lebih dulu sesuatu yang nyata, yaitu
Epistemologi harus mendahului ontologi, tetapi
dipelajari kemudian setelah psicologi. Sebab bagaimana kita bisa menyelidiki
nilai ontologis pengetahuan tanpa mengetahui lebih dulu sesuatu yang nyata,
yaitu pengetahuan indrawi dan pengetahuan? Jika epistemoloogi menetap dalam
pangkuan metafisika yang memiliki obyek formal tersendiri, ia tergantung semata
hanya pada proses yang bertolak dari kesimpulan ke prinsip-prinsip rasional
(dengan keputusan) untuk menyelidiki semua yang dapat dikenal oleh inteligensi.
Epistemologi
mewakilili suatu aspek pengetahuan filosofis partikular. Ia adalah sebuah refleksi dengan
mana inteligensi sadar akan dirinya sendiri dan kekuatan dirinyaserta menganalisa
metode dan proses-prosesnya. Itu berarti Epistemologi adalah kearifan dan ilmu
sekaligus. Dalam metafisika, epistemologi adalah suatu analisa metodis atas
inteligensi sejauh berperan sebagai operator pengetahuan metafisik.
Penganalisaan ini berhubungan langsung dengan keadaan pengetahuan itu sendiri,
yaitu ditentukan oleh inteligensi yang memahami dirinya sejauh in actu (mampu)
untuk bekerja secara metafisik dan secara refleksif sadar akan proses-prosenya,
nilai dan keterbatasannya[8].
Beberapa Tema
Pokok epistemologi
Beberapa
hal yang menjadi pokok bahasan
epistemologi adalah:
1.
Aktivitas
subyek pengenal
Pengetahuan
secara esensial adalah aktivitas vital dengan mana subyek pengenal mengambil
dan memiliki obyek, mengasimilasikannya dengan suatu cara tertentu pada
substansi yang sebenarnya dan mengasimilasikan diri pengenal dengan subyek.
Asimilasi adalah suatu kelahiran bersama, yaitu suatu kalahiran realitas pada
bentuk ada yang berbeda dari keadaan subyek pengenal. Obyek dapat berada dalam
dua cara yang berbeda: pertama, sebagai realitas hakiki dan apa adanya
sebagaimana yang kita serap lewat pancaindar (secundum esse itentionale). Namun kedua cara berbeda itu menunjuk pada
realitas yang sama, yaitu realitas ekstramental.
2.
Eksistensi
obyek ekstramental
Seperti
halnya subyek pengenal, eksistensi obyek adalah penyebab pengetahuan.
Pengetahuan adalah pengetahuan tentang sesuatu. Karena itu, eksistensi obyek
diandaikan begitu saja. Dalam eksistensi obyek ini, kita bisa membedakan antara
realitas sebagai ada yang otonom, berada di luar subyek pengenal danobyek sejauh realitasi itu dipikirkan oleh subyek. Realitas yang
dikenal bukan hadir pada pikiran subyek sebagai sebuah benda, tetapi sebagai
sebuah obyek kesadaran (existentia conscientialis). Artinya, saat ini
saya melihat pohon atau rumah, bukan pohon dan rumah yang masuk dalam mata
saya, melainkan ide tentang pohon dan rumah. Dalam arti ini maka ide adalah
sarana penunjuk/sarana pengetahuan atas realitas ekstramentalis. Dalam pikiran,
obyek itu universal dan niscaya, sementara dalam realitasnya adalah singular
dan partikularnya.
3.
Kebenaran
Problem kebenaran tidak bergerak pada bidang abstrak atau dunia
konsep, melainkan dalam bidang keputuan, yaitu saat orang menerima atau menolak
sesuatu. Dalam artian ini, maka analisa atas kebenaran adalah analisa atas
fakta yang konkret.
Ada
beberapa jenis kebenaran.
a) Kebenaran
niscaya/ nalar dan kebenaran faktual yang dibedakan oleh is
kebenaran. Kebenaran nalar menyatakan hubungan antar konsep tanpa menyatakan
apakah akan diwujudkan dalam realitas atau tidak. (cth. Manusia adalah binatang berakal budi ,
dst). Dan sifat proposisinya adalah analitis apriori. Analitis berarti ada
kesatuan S-P, menyangkal subyek berarti
menyangkal semua pertanyaan. A priori berarti hubungan S-P lepas dari
pengalaman alias universal dan niscaya. Kebenaran faktual adalah kebenaran yang
menyatakan eksistensi dari suatu hal (cth.Saya ada, pohon ada, kursi ada,
hadirin ada, dst) dan eksistensi subyek itu bersifat bic et nunc dalam
proposisi.
b) Kebenaran
ontologis dan logis/ Kebenaran ontologis adalah kebenaran
tentang ada/ realitas. Kebenaran logis adalah kebenaran tentang
pengetahuan. Karakter umum keduanyaadalah hubungan intelek dengan realitas.
Perbedaannya, Kebenaran ontologis menyatakanhubungan antara obyek dengan
intelek yang mengarah pada penciptaan atas obyek tersebut (seniman dan karya
seni) dan obyek diukur oleh intelek. Kebenaran logis menyatakan hubungan antara
intelek dan obyek yag intelek temukan dan intelek diukur oleh obyek dalam
kesimpulan, (Botak adalah tanda kepintaran,
semua gadis solo adalah cantik, semua orang batak pandai menyanyi,dst)[9].
4.
Kepastian (certitudo)
Kepastian adalah karakter aktivitas mengenal atau karakter dari
sebuah keputusan dan faktor psikis subyektif. Karena itu kepastian dibedakan
dalam dua tatanan praktis yang menyoroti setiap posisi yang mesti diambil dalam
hidup. Hidup manusia tidak pernah netral dan bebas dari keputusan. Memutuskan
sesuatu berarti memposisikan diri pada suatu keyakinan dan kepastian akan
sesuatu hal.
5.
Kejelasan (evidentia)
Kejelasan adalah suatu karakter atau kwalitas dari sebuah
proporsidan dari suatu relasi obyektif realitas dan perbuatan
mencerap-menginderai yang dilakukan oleh pengenal. Evidensi bisa dibedakan
dalam dua bagian, yaitu evidensi intrinsik dan evidensi ekstrinsik. Yang
termasuk dalam evidensi intrinsik adalah evidensi moral dan evidensi historis.
Sedangkan evidensi ekstrinsik berkaitan secara langsung dengan iman
kepercayaan. Perbedaan evidensi intrinsik dan ekstrinsik terletak pada jelas
tidaknya kaitan antara S-P dalam proporsi.
6.
Kekeliruan
Kekeliruan adalah bagian tak terpisahkan dari seluruh perilaku
manusia. Sebabnya bisa bermacam ragam, namun kedudukannyabukanlah hakiki.
Artinya, manusia tidak diarahkan secara kodrati kepada kekeliruan dan tidak
mencintainya. Karena itu kekeliruan adalah aksidentasi sifatnya. Karena, saat
tahu bahwa dirinya keliru, manusia akan membatalkan keyakinannya akan hal
tersebut dan beralih pada hal lainwalaupun belum menemukan kebenaran yang
sesungguhnya[10].
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1. Epistemologi terdiri atas dua kata berikut : episteme
yang berarti pengetahuan dan logos yang berarti ilmu atau dirkusus . Jadi,
Epistemologi secara harfiah adalah ilmu atau dirkurus tentang pengetahuan dan
dalam konteks filsafat epistemology adalah filsafat pengetahuan .
2. Pertama :Cansa Materialis
Kedua :Cansa Formalis
Ketiga:Cansa Efficiens
Keempat :Cansa Finalis
3. Dalam Plato ,pembagian ilmu itu disesuaikan dengan dua
realitas / dua dunia , yaitu dunia indrawi dan dunia idea
4. Aktifitas Subyek Pengenal , Eksistensi Obyek
Ekstramental,Kebenaran, Kepastian, Kejelasan ,Kekeliruan.
DAFTAR PUSTAKA
Prof.Dr. Syamsul Arifin M.Si, Pengantar Filsafat, 2004, Tidak ada Penerbit, Tidak ada Kota
terbit
Riyanto Armada, dkk.,Pengantar Filsafat,2004, Tidak ada Penerbit, Tidak ada Kota
Terbit,.
[1]Prof..Dr. Syamsul Arifin,M.Si. Pengantar Filsafat.2004.Tidak ada
penerbit, Tidak ada Kota terbit, hlm 129
Tidak ada komentar:
Posting Komentar